Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat |
Sekarang
udah hampir jam 1 siang, cuaca di Kota Bandung hari itu lumayan terik. Wajar
aja sih, karena di langit cuma terhampar pemandangan biru dengan awan yang
bergumpal di sisi pinggirnya aja. Meski cuacanya terasa terik, namun tidak menyurutkan
langkahku menyusuri pesona Kota Kembang ini.
Setelah
sebelumnya mengunjungi Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, aku
lantas menyusuri pedestrian Jalan Asia Afrika, pedestriannya cukup nyaman
karena luas dan di beberapa titik ada pohon peneduh yang cukup rindang. Seperti
kata Mas Rivai, di Jalan Asia Afrika, Braga dan sekitarnya emang paling asyik
dijelajahi dengan berjalan kaki.
Tak
jauh, ada satu jembatan penyebrangan yang terbuat dari beton. Sebuah tulisan
dari M.A.W. Brouwer yang terukir di bawahnya menarik perhatianku, di situ
tertulis “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum” kurasa pendapatnya
emang benar karena Bandung dan sekitarnya emang cakep banget uy. Pantas aja
dijuluki Paris van Java aliasnya Parisnya Pulau Jawa.
Aku
lantas melanjutkan langkah hingga akhirnya sampai di Masjid Raya Bandung,
sebuah masjid bersejarah dan ikonik di Kota Bandung.
Alamat Masjid Raya Bandung
Masjid
Raya Bandung beralamat di Jalan Dalem Kaum, No. 14 Balonggede, Kecamatan Regol,
Kota Bandung, Jawa Barat. Masjid ini berada tepat di sebelah Alun-Alun Kota
Bandung yang terkenal itu dan nggak jauh dari Gedung Merdeka serta Stasiun
Kereta Api Kota Bandung.
Alun-alun Bandung |
Sejarah Masjid Raya Bandung
Berdasarkan
sejarahnya, masjid ini dibangun tahun 1812 dengan nama Masjid Agung Bandung.
Awalnya pun masjidnya dibangun secara sederhana dan berdindingkan anyaman
bambu. Seiring waktu, masjid ini terus direnovasi dan diperbesar. Satu hal yang
dulu menjadi ciri khas masjid ini adalah atapnya yang berbentuk nyungcung alias
berbentuk atap limas besar bersusun tiga tinggi menjulang. Bahkan menaranya pun
memiliki atap yang bentuknya sama.
Menjelang
Konferensi Asia Afrika di tahun 1955 yang dipusatkan di Kota Bandung, masjid
ini kembali mengalami perombakan dan atapnya diubah total menjadi kubah persegi
empat bergaya timur tengah seperti bawang. Kubah ini kemudian rusak setelah
diterjang angin kencang. Setelah itu masjid ini kembali mengalami berbagai
perbaikan dan perubahan.
Di
tahun 2001, masjid Agung Bandung kembali mengalami perubahan, pembangunannya
berlangsung selama 2 tahun 99 hari dan bentuknya bertahan hingga saat ini.
Bersamaan dengan itu, Masjid ini pun berganti nama dari Masjid Agung Bandung
menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat.
Sesampainya
di halaman masjid, terlihat cukup banyak pengunjung yang duduk santai di teras
dan sekitaran masjid. Mungkin karena hari libur dan waktu sholat zuhur
berjamaah juga baru aja selesai. Yang unik, ada juga beberapa keluarga yang
membuka tikar dan bekal di teras masjid. Kesannya malah kayak piknik ala-ala
gitu. Menurutku sih nggak masalah, asal tidak sampai mengganggu jamaah dan
tidak meninggalkan sampah.
Suasana di dalam Masjid Raya Bandung |
Bagian dalam Masjid Raya Bandung |
Setelah
mengamankan sepatu, aku lantas berwudhu dan sholat zhuhur di sini, meski ramai,
tapi sholat di masjid ini nyaman loh. Masjidnya luas dan adem.
Setelah
ini, kemana lagi ya? Pikirku sambil melihat Alun-Alun Kota Bandung yang
terpagar di depan masjid.
Siganteng yang unyu di depan Masjid Raya Bandung |