Kamis, 25 Februari 2016

Jembatan Tabayang, Jembatan Terpanjang di Sumatera Utara



Jembatan Tabayang
Jembatan Tabayang atau dikenal juga dengan nama Jembatan Sei Kepayang adalah jembatan terpanjang di Sumatera Utara. Panjang jembatan ini mencapai 600 meter dan menghubungkan Kota Tanjung Balai dengan Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan yang dipisahkan oleh Sungai Asahan.
Jembatan terpanjang di Sumatera Utara
            Selain sebagai sarana penyebrangan, jembatan ini juga merupakan lokasi nongkrong favorit bagi muda-mudi Tanjung Balai. Apalagi di kala sore dan malam minggu, biasanya jembatan ini cukup ramai. Ini karena dari atas Jembatan Tabayang ini, kita dapat menikmati panorama indah dari Sungai Asahan dengan kapal-kapal yang berlalu lalang, di kejauhan terlihat pula pulau-pulau kecil berjejer di sepanjang aliran Sungai Asahan. Pemandangan di atas jembatan ini semakin indah pula di kala menjelang senja, karena cahaya jingga matahari yang akan terbenam bakal membias di permukaan Sungai Asahan, indah sekali. 
Gugusan pulau-pulau kecil di aliran Sungai Asahan

Senja dari atas jembatan
            Oleh karena itu, jembatan ini menjadi salah satu lokasi nongkrong favorit bagi muda-mudi Tanjung Balai. Di sekitar jembatan ini juga banyak penjual-penjual makanan ringan seperti kacang rebus, jagung rebus, roti, es nira, dan berbagai makanan-makanan ringan lainnya.
Penjual es nira

Rabu, 24 Februari 2016

Rumah Balai, Asal Usul Sejarah Kota Tanjung Balai



Rumah Balai

Replika Rumah Balai adalah sebuah bangunan replika dari sejarah asal mula Kota Tanjung Balai. Bangunan replika ini diresmikan langsung oleh sultan Asahan bersamaan dengan peresmian bangunan kantor walikota Tanjung Balai dan replika Istana Asahan pada tahun 2010.

Sejarah
Berdasarkan sejarahnya, dahulu Sultan Iskandar Muda, Sultan Aceh, melakukan perjalanan ke Johor dan Malaka pada tahun 1612. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan muara sungai yang kemudian dinamakan Sungai Asahan. Perjalanan tersebut dilanjutkan dengan mengikuti aliran sungai hingga mencapai sebuah Tanjung yang merupakan pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau. Di tempat ini kemudian Sultan Iskandar Muda memerintahkan Raja Simargolang, raja setempat untuk membuka perkampungan karena kondisi geografis dan sumber daya alamnya yang bagus. Di tempat itu Sultan Iskandar Muda juga mendirikan sebuah pelataran sebagai “balai” untuk tempat pertemuan, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah ini cukup pesat sebagai pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka dan sekarang ini dikenal dengan nama Tanjung Balai, yang berarti sebuah balai di tanjung.

Arsitektur
Rumah Balai ini dibangun dengan bentuk rumah panggung persegi panjang yang berwarna kuning dan atap yang didominasi warna merah. Rumah ini memiliki 2 pintu dan 4 buah jendela.
Berbentuk rumah panggung
Kondisi Saat ini
Sayangnya pada saat ini bangunan replika ini tidak terawat dan banyak sampah berserakan di sekitar bangunan replika. Padahal bangunan replika ini dibangun untuk mengenang kebesaran budaya, serta adat istiadat Melayu di masa lalu, dan diharapkan dapat menjadi objek wisata lokal dan mendongkrak pendapatan daerah Tanjung Balai.
Bangunan ini juga sangat berpotensi sebagai salah satu objek wisata lokal di Tanjung Balai karena letaknya yang strategis. Tepat di belakang bangunan replika ini wisatawan dapat melihat pertemuan Sungai Asahan dengan Sungai Silau yang mengalir ke Selat Malaka dan di dekat bangunan replika ini juga ada tempat penyewaan perahu bagi wisatawan yang ingin mengarungi Sungai Asahan.  Sungguh sayang jika pada akhirnya bangunan ini tidak dimaksimalkan.
Berlokasi di tanjung pertemuan Sungai Asahan dengan Sungai Silau
Bisa melihat kapal berlalu lalang

Alamat
Rumah Balai terletak di Ujung Tanjung, Jalan Asahan, Kelurahan Indra Sakti, Kota Tanjung Balai dan tepat di pertemuan Sungai Asahan dengan Sungai Silau. Di sekitar bangunan replika ini juga terdapat Kelenteng Dewi Samudera, Vihara Tri Ratna dan tangkahan penyewaan perahu.

Selasa, 23 Februari 2016

Istana Kesultanan Melayu Asahan

Istana Asahan
Replika Istana Asahan adalah sebuah bangunan replika dari Istana Kesultanan Asahan. Bangunan ini diresmikan langsung oleh Sultan Asahan pada tahun 2010 silam, bersamaan dengan peresmian gedung walikota Tanjung Balai dan replika Rumah Balai di Ujung Tanjung.

Sejarah
 Istana Asahan yang asli sendiri dibangun pada tahun 1888 di masa pemerintahan Sultan Ahmadsyah, bersamaan dengan pembangunan Masjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai setelah kembalinya beliau dari pengasingan yang dilakukan oleh pihak Belanda. Namun Istana Asahan tersebut telah dirobohkan pada tahun 1970 oleh pihak pengembang demi perluasaan bangunan gedung bertingkat. Karena hak kepemilikan tanah Istana Asahan telah dilelang pada pihak swasta.

Arsitektur
Arsitektur bangunan ini dibuat sama persis seperti arsitektur Istana Asahan yang asli dengan bentuk bangunan berlantai dua dan bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk disebut juga Balairung, di mana singgasana kerajaan berada. Atap bangunannya didominasi warna merah dan terdapat dua kubah di atasnya.
Arsitekturnya seperti bangunan aslinya
Kondisi Saat Ini
Saat ini pengelolaan bangunan istana ini tidak serius. Malah pada saat ini bangunan replika ini terbengkalai dan tidak terawat. Padahal bangunan replika Istana Asahan ini diharapkan dapat berguna untuk mengenang kebesaran budaya, serta adat Melayu di masa lalu serta diharapkan dapat menjadi objek wisata lokal dan mendongkrak pendapatan daerah Tanjung Balai.

Alamat
            Istana ini terletak di Jalan Bendang, Kelurahan Sei Raja, Kecamatan Tualang Raso, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Jika dari pusat kota, teman-teman dapat mengarah ke Masjid Menara Lima yang ada di sebelah stasiun kereta api Tanjung Balalai, dari sana teman-teman ambil Jalan Bendang menuju Air Joman dan ini berada di sebelah kanan.
Berada tepat di pinggir Jalan Bendang

Minggu, 21 Februari 2016

Istana Maimun



Istana Maimun

Istana Maimun adalah salah satu bangunan peninggalan Kesultanan Deli di Kota Medan dan masih terawat hingga kini. Istana ini merupakan objek wisata Kota Medan yang sangat terkenal dan merupakan ikon pariwisata Kota Medan. Katanya, belum ke Medan kalau belum ke Istana Maimun ini.




Sejarah Pembangunan
Istana Maimun didirikan pada tanggal 26 Agustus 1888 oleh Sultan Deli, Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana ini didesain oleh arsitek Itali.
Prasasti pembangunan istana
Arsitektur
Desain arsitektur Istana Maimun sangat mengagumkan karena memadukan dari arsitektur Melayu, Moghul, Timur Tengah, Spanyol, India dan Belanda. Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan pada atap. Bentuk lengkungan ini amat populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki.
Bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk disebut juga Balairung, di mana singgasana kerajaan berada. Di bangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa. Di dalam istana terdapat 30 ruangan, dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari berbagai negeri. Dari luar, istana yang menghadap ke timur ini tampak seperti istana raja-raja Moghul.
Arsitekturnya megah
Di sebelah Istana Maimun juga terdapat meriam puntung yang katanya jelman dari seorang pangeran saat Kerajaan Aru berperang melawan Kerajaan Aceh.
Lokasi :
Istana Maimun beralamat di Jalan Brigjen Katamto, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Istana ini juga berdekatan lokasinya dengan Masjid Raya Al-Mashun dan Taman Sri Deli.
Harga Tiket dan Jadwal Buka :
Komplek Istana Maimun terbuka untuk umum setiap hari mulai pukul 08.00-17.00 WIB dengan tiket masuk Rp. 5000/ orang.
Istana Maimun di kala malam
Saya dengan latar Istana Maimun