Istana Benua Raja |
Brmm... Brmmm...
Aku kembali memacu
keretaku (baca:motor) setelah tadi singgah di Istana Karang dalam rangka
menembus batas Sumatera Utara-Aceh dengan duit kurang dari 100 ribu. Tujuanku
selanjutnya adalah mencari makan siang yang murah meriah. Soalnya perut juga
udah lumayan keroncongan, apalagi cuaca di Kota Kuala Simpang ini cukup panas.
Haaaa.... kekeringan nih badan, lama-lama bisa jadi zombie nih.
Tapi beruntungnya, saat
muter-muter nggak jelas menyusuri jalanan Kota Kuala Simpang ini untuk nyari makanan
murah, aku malah nggak sengaja melihat plang bertuliskan Istana Benua Raja. Lucky. Urusan perut bisa ditunda deh,
soalnya ada istana di depan mata.
Lokasi
Istana Benua Raja
Istana Benua Raja ini
ternyata berada di Desa Benua Raja, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang
dan tidak begitu jauh dari pusat Kota Kuala Simpang. Kira-kira bisa dicapai
dalam waktu 10 menit lha dari pusat kota kalo naik kereta, atau bisa 30 menit
kalo jalan kaki, itu pun kalo sanggup, panas kotanya ampun cuy.
Arsitektur
istana
Arsitektur Istana Benua
Raja ini sekilas terlihat tidak jauh berbeda dengan Istana Karang yang tadi
pertama ku jumpai. Istana ini arsitekturnya juga terlihat sederhana, khas
rumah-rumah peninggalan zaman kolonial Belanda di perkebunan gitu. Jika nggak ada
plang nama di depannya, aku nggak bakal nyangka kalo ini adalah sebuah istana,
soalnya terlihat sederhana, tanpa kemewahan dan tanpa ada tanda-tanda istana.
Plang Istana Benua Raja |
Istana ini memiliki
halaman yang cukup luas dengan rumput berwarna hijau. Segar deh melihat hijau
rumputnya apalagi di tengah cuaca yang cukup menyengat ini. Di halamannya pun
banyak siswa yang bermain dari satu sekolah yang berada di belakang istana ini.
Jadi makin segar deh liat siswi-siswi itu, ahahaha... #ingetumurwoy.
Halamannya hijau |
Kondisi
Istana
Istana Benua Raja saat
ini juga udah ditetapkan sebagai situs/cagar budaya oleh pihak Pemerintah Aceh
Tamiang. Kondisi istananya pun sangat terawat dengan baik karena istana ini
masih dikelola dan dijadikan sebagai tempat tinggal oleh ahli waris kerajaan.
Syukurlah. Istana ini sendiri adalah peninggalan dari Kerajaan Benua Tunu,
salah satu kerajaan yang dulu berkuasa di Tanah Aceh Tamiang dan masih memiliki
hubungan dengan Kerajaan Karang.
Berhubung hari pun udah
siang, aku pun bergerak ke satu rumah makan yang cukup murah, lumayan untuk kondisi
kantongku yang tipis ini. Saat makan aku juga sempat bertanya ama pelayannya
kalo ke Kota Langsa tenyata cuma 40 menit lagi. Lumayan dekat, tapi karena
takutnya pulang kemalaman, aku pilih pulang aja deh.
Sebelum pulang, aku
juga menyempatkan diri membeli oleh-oleh. Lumayan juga dapat pisang sale dua
bungkus seharga 10 ribu, murah cuy. Rencananya pisang salenya buat dimakan sendiri
entar di kost, soalnya mau dibagi-bagi juga adanya dikit. #padahalpelit.
Hahahaha.....
So, dengan ini berakhir
juga deh petualanganku menembus batas Sumatera utara-Aceh dengan duit kurang
dari 100 ribu, dan ternyata emang bisa karena setelah dipotong bensin, makan
dan oleh-oleh, masih ada sisa duit 55 ribu di kantong, alhamdulillah.. oh ya,
dalam perjalanan pulang aku juga berencana untuk singgah di Masjid Azizi,
Langkat. Brmmm... Brmmm... lets go.
Cowok ganteng di depan istana |