Tampilkan postingan dengan label Religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Religi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Agustus 2024

Masjid Raya Bandung


Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat

Sekarang udah hampir jam 1 siang, cuaca di Kota Bandung hari itu lumayan terik. Wajar aja sih, karena di langit cuma terhampar pemandangan biru dengan awan yang bergumpal di sisi pinggirnya aja. Meski cuacanya terasa terik, namun tidak menyurutkan langkahku menyusuri pesona Kota Kembang ini.

Setelah sebelumnya mengunjungi Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, aku lantas menyusuri pedestrian Jalan Asia Afrika, pedestriannya cukup nyaman karena luas dan di beberapa titik ada pohon peneduh yang cukup rindang. Seperti kata Mas Rivai, di Jalan Asia Afrika, Braga dan sekitarnya emang paling asyik dijelajahi dengan berjalan kaki.

Tak jauh, ada satu jembatan penyebrangan yang terbuat dari beton. Sebuah tulisan dari M.A.W. Brouwer yang terukir di bawahnya menarik perhatianku, di situ tertulis “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum” kurasa pendapatnya emang benar karena Bandung dan sekitarnya emang cakep banget uy. Pantas aja dijuluki Paris van Java aliasnya Parisnya Pulau Jawa.

Aku lantas melanjutkan langkah hingga akhirnya sampai di Masjid Raya Bandung, sebuah masjid bersejarah dan ikonik di Kota Bandung.

Alamat Masjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung beralamat di Jalan Dalem Kaum, No. 14 Balonggede, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. Masjid ini berada tepat di sebelah Alun-Alun Kota Bandung yang terkenal itu dan nggak jauh dari Gedung Merdeka serta Stasiun Kereta Api Kota Bandung. 

Alun-alun Bandung

Sejarah Masjid Raya Bandung

Berdasarkan sejarahnya, masjid ini dibangun tahun 1812 dengan nama Masjid Agung Bandung. Awalnya pun masjidnya dibangun secara sederhana dan berdindingkan anyaman bambu. Seiring waktu, masjid ini terus direnovasi dan diperbesar. Satu hal yang dulu menjadi ciri khas masjid ini adalah atapnya yang berbentuk nyungcung alias berbentuk atap limas besar bersusun tiga tinggi menjulang. Bahkan menaranya pun memiliki atap yang bentuknya sama.

Menjelang Konferensi Asia Afrika di tahun 1955 yang dipusatkan di Kota Bandung, masjid ini kembali mengalami perombakan dan atapnya diubah total menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang. Kubah ini kemudian rusak setelah diterjang angin kencang. Setelah itu masjid ini kembali mengalami berbagai perbaikan dan perubahan.

Di tahun 2001, masjid Agung Bandung kembali mengalami perubahan, pembangunannya berlangsung selama 2 tahun 99 hari dan bentuknya bertahan hingga saat ini. Bersamaan dengan itu, Masjid ini pun berganti nama dari Masjid Agung Bandung menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat.

Sesampainya di halaman masjid, terlihat cukup banyak pengunjung yang duduk santai di teras dan sekitaran masjid. Mungkin karena hari libur dan waktu sholat zuhur berjamaah juga baru aja selesai. Yang unik, ada juga beberapa keluarga yang membuka tikar dan bekal di teras masjid. Kesannya malah kayak piknik ala-ala gitu. Menurutku sih nggak masalah, asal tidak sampai mengganggu jamaah dan tidak meninggalkan sampah. 

Suasana di dalam Masjid Raya Bandung
Bagian dalam Masjid Raya Bandung

Setelah mengamankan sepatu, aku lantas berwudhu dan sholat zhuhur di sini, meski ramai, tapi sholat di masjid ini nyaman loh. Masjidnya luas dan adem.

Setelah ini, kemana lagi ya? Pikirku sambil melihat Alun-Alun Kota Bandung yang terpagar di depan masjid. 

Siganteng yang unyu di depan Masjid Raya Bandung

Rabu, 02 Februari 2022

Al-Quran Al Bayat, Museum Al-Qur’an Raksasa di Palembang

Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
Bayt Al-Qur'an Al Akbar Palembang

“Kak, jalan ke museum Al-Qur’an Al Akbar yang mana ya?” ucapku tanpa sadar ketika masih terpana melihat dia merapikan rambutnya yang tergerai karena hembusan angin dari Sungai Musi.

“Jalan ini aja Mas, terus aja sampe lewat dari bawah jembatan. Ntar museumnya ada di sebelah kanan jalan. Bisa naik angkot tujuan Bukit Siguntang” Jawabnya sambil berusaha menjelaskan sedetail mungkin arah ke museum tersebut.

“Terima kasih ya.”

“Sama-sama Mas.” Jawabnya dengan senyum yang manis.

Duh, kayaknya ada yang nyetrum pas liat senyumnya. :D

Al-Quran Al Bayat

Al-Quran Al Bayat atau lebih dikenal juga dengan nama Museum Al-Quran Raksasa adalah sebuah wisata religi yang ada di Kota Palembang. Museum ini menyimpan lembaran mushaf yang diukir di kayu tembesi berukuran raksasa.

Alamat Al-Quran Al Bayat

Museum Al-Quran Al Akbar terletak di Pondok Pesantren Al Ihsaniyah di Jalan Moh. Amin, Gandus, Kecamatan Gandus, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Museum ini teletak tak jauh dari aliran Sungai Musi.

Tiket Masuk dan Jadwal Buka

Harga tiket masuk ke Museum Al-Quran Al Akbar cukup murah kok, perorang dewasanya dikenakan biaya Rp. 20,000 dan anak-anak sebesar Rp. 15.000 perorangnya. Museum ini dibuka dari jam 09.00 wib sampe jam 17.00 wib.

Oh ya, bagi pengunjung yang ingin masuk ke dalam harus berpakaian yang menutup aurat. Kalo kalian datang dengan pakaian terbuka, tenang aja. Di pintu masuknya disediakan peminjaman kain sarung, hijab dan pakaian yang tertutup kok. 

Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
Bayar tiket dulu cuy

Koleksi Museum

Setelah membayar tiket masuknya, aku pun segera masuk ke dalam museum ini. Dari pintu masuknya aja udah terdapat lembaran-lembaran mushaf Al-Quran berukuran raksasa. Semakin ke dalam, semakin banyak lembaran-lembaran yang tersusun rapi. Hingga akhirnya aku sampe di ruangan utama yang dinding-dindingnya terdiri dari lembaran Al-Quran yang mencapai atap. Terdapat juga tangga menuju ke atas untuk melihat lembaran-lembaran mushaf Al-Quran secara dekat. 

Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
Lembaran mushaf di bagian depan
Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
Lembaran mushaf Al-Quran raksasa
Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
diukir di atas lembaran kayu tembesi

Lembaran Al-Quran ini dipahat di atas kayu tembesi. Kayu ini dipilih karena tahan lama dan tidak mudah dimakan rayap. Warna dasar kayu yang coklat dipadukan dengan huruf arab timbul berwarna kuning dengan ukiran motif kembang di bagian tepi ornamen khas Palembang membuat mushaf ini indah dipandang dan enak dibaca.

Di sini terdapat 30 Juz ayat suci Al-Quran yang terdiri dari 630 halaman dengan tiap lembarnya berukuran 177cm x 140cm x 2,5 cm. Jika digabungkan, ketebalannya mencapai 9 meter sehingga dinobatkan sebagai AL-Quran terbesar dan terberat di dunia oleh MURI.

Pembuatannya sendiri dimulai sejak tahun 2002 dan selesai pada tahun 2009. Dananya berasal dari donatur dan tidak kurang dari Rp. 2 miliar. Wow!!! Oh ya, selain museum, di sini juga ada fasilitas lainnya seperti warung makanan, toko pakaian muslim hingga batik khas Palembang. 

Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
Ada pakaian khas Palembang dan singasana penganti juga
Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
ada toko pernak-pernik juga

Setelah puas mengagumi keindahan Museum Al-Quran Al Akbar, aku pun kembali melanjutnya petualangan di Bumi Sriwijaya dan tujuan selanjutnya adalah menikmati Mie Celor, mie khas Palembang sebagai menu makan siang. 

Museum Al-Quran Al-Akbar Palembang
Siganteng yang unyu di Museum Al-Quran rakrasa