Museum Nasional |
Yo sahabat backpacker,
gimana kabar kalian semua? Semoga selalu sehat ya, amin...
Rasanya lama juga ya
aku nggak maen ke blog ini. Andai nih blog bisa ngomong, mungkin dia bakal
marah ama aku karena lama nggak dikunjungi. Kasian...
Tapi ya mau gimana
lagi, kemarin itu ada beberapa hal yang membuatku susah untuk maen-maen ke blog
ini. Mulai dari mudik dan liburan di kampung yang sinyalnya cuma edge dan cuma
ada saat listriknya hidup hingga ada beberapa anggota keluarga yang masuk rumah
sakit dan itu cukup menyita waktu.
Selain itu, baru-baru
ini adikku juga minjam laptopku untuk ngerjain tugas kuliahnya sehingga aku
nggak bisa ngetik. Sebenarnya aku punya kalkulator sih di kost, tapi aku nggak
pande gimana cara ngetik pake kalkulator. So... bagi teman-teman yang pande
bisa deh ngajarin aku. Ok?
Jadi, dalam kesempatan
kali ini aku mau nyelesain cerita petualanganku di Jakarta yang kulakukan
kemarin itu. Terakhirnya kemarin itu aku cerita tentang nyobain transjakarta
setelah jalan-jalan di Kota Tua dan akhirnya aku sampe di Halte Monas.
Sesampainya di Halte
Monas, aku melihat ternyata halte ini berhadapan tepat dengan Museum Nasional.
Oleh karena itu aku pun putusin untuk ngunjungi Museum Nasional dulu baru ntar
ke Monas.
Alamat
Museum Nasional
Museum Nasional ini
beralamat di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor. 12, Gambir, Jakarta Pusat,
Jakarta. Cara termudah ke sini sih naik transjakarta dan turun di Halte Monas.
Soalnya museumnya tepat berhadapan ama halte Monas.
Sejarah
Museum Nasional
Museum Nasional atau
lebih dikenal sebagai Museum Gajah adalah museum pertama dan terbesar di Asia
Tenggara. Cikal bakalnya lahir pada tahun 1778 saat J.C.M. Radermacher
menyumbangkan sebuah gedung di Kalibesar untuk menyimpan koleksi buku-buku dan
budaya. Pada masa Raffles, dibangun pula gedung baru di Jalan Majapahit No. 3.
Hingga pada tahun 1862 gedungnya tidak mampu lagi menampung koleksi museum dan
akhirnya pada tahun 1868 dibuat gedung museum baru yang sampai saat ini
digunakan.
Museum Nasional |
Koleksi
Museum Nasional
Tiket masuk Museum
Nasional perorangnya cukup murah, cuma Rp. 5000 doang perorangnya. Tiket masuk
museum-museum di Indonesia ini memang murah-murah banget sih. Tapi meski pun
murah gitu, pengunjung museum di Indonesia itu selalu sepi. Mungkin karena
orang-orangnya takut nggak bisa move on kali ya kalo masuk museum.
Lha...
kau sendiri nggak takut ntar nggak bisa move on karena ngunjungi musuem mulu?
Aku? Aku mah mana takut
hal-hal kayak gitu, gimana mau move on, pacar aja kagak punya. Ahahahahahaahahahahahaha
#MentertawakanDiriSendiri :’(
Lanjut... Setelah
membeli tiket, aku pun bertanya pada penjaga musuem, “Mbak, patung gajahnya
sebelah mana ya?”
“Patung gajahnya di
bangunan museum yang satu lagi mas, tapi bangunannya lagi di renovasi.” jawab
si mbak penjaga museum.
“emm... jadi nggak bisa
lihat patung gajahnya dong mbak?” tanya ku lagi.
“Enggak mas. Ditutup.”
Jawabnya lagi sambil tersenyum manis.
Huaaahh... aku menarik
nafas panjang. Kayaknya kapan-kapan harus ke sini lagi deh, soalnya patung
gajah itu kan ikonnya Musuem Nasional. Jadi belum komplit kalo belum ketemu si
gajah berbelalai satu itu.
Akhirnya aku pun memulai
penjelajahan di museum ini. Di lantai satunya aku menemukan koleksi yang
berhubungan dengan manusia purba dan penyebarannya di Indonesia. Bahkan fosil
tengkoraknya pun terpampang jelas banget di sini lengkap dengan contoh kotak
ekskavasi penggalian hingga diorama kehidupan manusia purba.
Fosil cuy |
Beranjak ke lantai
selanjutnya, ada ruang iptek yang menggambarkan perkembangan ilmu perngetahuan
dari zaman purba sampai modern. Di sini terdapat pula batu-batu berukuran besar
bertuliskan huruf pallawa berbahasa sansekerta. Batu-batu ini disebut prasasti
dan merupakan peninggalan dari kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di tanah
air Indonesia.
Prasasti Ciaruteun |
Prasasti Mulawarman |
Ada juga Nekara, bukan
neraka ya. Nekara ini adalah sebuah peninggalan dari jaman perunggu. Ada pula
nisan-nisan Islam yang merupakan bukti masuk dan berkembangnya agama Islam di
Indonesia. Hingga berbagai berbagai aksesoris dan perlengkapan hidup peninggalan
dari berbagai zaman.
Nekara, bukan neraka ataupun gendang |
berbagai koleksi lainnya |
Sayangnya karena
sebagian museum ini sedang direnovasi jadinya aku nggak bisa deh jelajahi kesuluruhan
koleksinya. Sangat disayangkan memang, tapi mau gimana lagi, cuma bisa berharap
suatu saat aku bisa ke sini lagi. amin....
Tapi meski begitu, aku
juga cukup puas sih ngunjungi museum ini. Soalnya di museum ini akhirnya aku
bisa melihat langsung fosil manusia purba dan batu-batu prasasti yang selama
ini cuma bisa kulihat di buku dan internet doang. Apalagi aku kan mahasiswa jurusan
Pendidikan sejarah. Bertahun-tahun belajar tentang manusia purba dan prasasti,
akhirnya aku bisa liat langsung dua hal tersebut dan itu kesannya beda banget.
Seneng banget rasanya. Yuhu......
Si ganteng di depan museum nasional |