- Perjalanan ini dilakukan sebelum covid-19 mewabah
- Tetap di rumah ya teman-teman
Selamat! Anda lulus tahap administrasi berkas
Anda diwajibkan mengikuti ujian SKD,
Begitulah kira-kira pengumuman yang terpampang pada akun SSCN ku yang berarti aku harus mengikuti ujian SKD jika ingin diangkat menjadi seorang PNS. Tahun ini adalah tahun keduaku mencoba keberuntungan mengikuti cpns, setelah di tahun lalu aku hanya mendapat ranking 5 di hasil SKD. Tahun ini aku mencoba mengambil di Kemenag, Bengkulu.
Jauh banget.
Memang jauh, tapi itu karena yang sesuai jurusanku, Guru Sejarah, memang lagi nggak banyak yang buka di Sumatera Utara. Jadi aku mencoba keberuntungan di Tanah Bengkulu. Aneh juga sih, soalnya masih banyak sekolah yang kekurangan guru, tapi lowongan cpns gurunya dikit banget.
Untuk menuju Bengkulu, aku memutuskan menggunakan moda transportasi bus aja. Karena tiket bus sekali jalan cuma Rp. 350.000 sedangkan kalo naik pesawat saat itu lebih Rp. 1.500.000 dari Medan. Mahal banget cuy. Ini juga menjadi perjalanan pertamaku menggunakan bus jarak jauh.
Bus Putra Simas |
Yupz... Bus yang menjadi pilihanku adalah Bus Putra Simas alias Bus Putra Simalungun Atas, karena bus ini adalah pemain tunggal di rute ini. Jadi nggak ada pilihan bus lainnya. Dulu ada sih bus ALS, tapi sekarang rutenya udah ditutup. Berhubung aku saat ini tinggal di Asahan, jadi aku naik dan memesan tiket dari loket cabang Kisaran.
Bagian dalam bus |
Tapi asemnya, ternyata bangku yang udah kupesan malah udah diduduki orang sejak dari pool Medan, bahkan dia punya nomor kursi yang sama. Akhirnya daripada ribut, aku memilih buat mengalah.
Yang asemnya lagi, bangku yang tersisa ini malah basah karena acnya bocor. Akhirnya sepanjang malam aku tak bisa tidur nyenyak karena sesekali terbangun kena tetesan air ac yang dingin. Bangke lah.
Perjalanan terus berlanjut, bus terus melaju membelah Jalan Lintas Timur Sumatera, melewati beberapa kota di pulau Sumatera ini. Pemandangan di sepanjang perjalanan tak begitu istimewa karena didominasi perkebunan kelapa sawit. Menjelang shubuh, kami tiba di terminal Pekanbaru. Bus tak berhenti lama di sana dan kembali melanjutkan perjalanan menuju Kota Taluk, di Kabupaten Kuantan.
Kota ini menurutku keren juga, karena begitu memasuki kotanya aku udah bertemu tugu bundaran berukuran raksasa, bernama Bundaran Carano. Di depannya pun ada masjid besar bernama Masjid Agung Kuantan Singigi. Selain itu di kota ini juga ada satu taman yang berada di tepian sungai Batang Kuantan yang mengalir di sisi kota. Sepertinya kota ini cukup menarik untuk disinggahi, tapi mungkin nanti, suatu hari nanti.
Tak lama setelah meninggalkan kota Taluk, bus memasuki wilayah Provinsi Sumatera Barat dan terus melaju hingga tiba di Terminal Kiliran Jao, di Kabupaten Sijunjung. Di terminal ini turun dua orang penumpang dan akhirnya aku dapat tempat duduk yang nyaman dan jauh dari tetesan air AC. Alhamdulillah...
Dapat tempat duduk yang nyaman, horeee |
Tapi baru juga duduk beberapa menit tiba-tiba,
“Busnya berasap, busnya berasap.” Teriak beberapa penumpang yang duduk di barisan belakang.
Buru-buru para penumpang diturunkan dan sopir memeriksa bus. Ternyata jaket kernet jatuh ke dalam mesin kompresor di belakang. Asemlah. Setelab berjalan pelan, akhirnya bus berhenti di sebuah rumah makan dan diperbaiki di sana.
Hampir tiga jam kemudian barulah bus berjalan kembali dan hari sudah semakin sore. Aku pun menghubungi pihak penginapan dan mengabarkan kalo aku mungkin saja telat cek in karena masalah tadi. Kata pihak penginapannya sih nggak apa-apa. Namun aku tetap aja merasa was-was dan kepikiran juga. Apakah tidak masalah telat cek in dan jika tiba terlalu malam, naik apa dari pool ke penginapan tersebut.
Pukul 5 sore bus baru tiba di Muara Bungo, Jambi. Di sini jalanannya didominasi jalanan lurus dan tidak ada pemandangan yang menarik karena kebanyakan hanya lahan kosong di sisi jalan.
Sepi di Lintas Tengah Sumatera |
Muara Bungo |
Matahari terbenam di Lintas Tengah Sumatera |
Dan khirnya aku tiba di depan penginapan, alhamdulillah bapak ojeknya baik. Namun pintu penginapannya tertutup dan lampunya gelap.
“Permisi.” Ucapku sambil berharap penginapan ini masih buka dan aku bisa segera cek in.
Sang backpacker naik bus |