Monumen Nasional |
Yah, akhirnya aku selesai
juga menjelajahi beberapa bagian Museum Nasional ini. Meskipun pada akhirnya
aku tak bisa menjelajahi keseluruhan sudut museumnya karena sedang direnovasi.
Bahkan aku juga nggak bisa ketemu ama si gajah berbelalai satu yang merupakan ikon
museum ini. Agak kecewa sih, tapi mau gimana lagi kan cuy. Hanya bisa berharap
di lain waktu aku bisa jelajahi museumnya secara keseluruhan dan bisa melihat
patung gajah berbelalai satu itu.
Selain itu aku juga
udah cukup senang karena akhirnya aku bisa melihat langsung fosil manusia purba
dan batu prasasti yang selama bertahun-tahun ini hanya kulihat dari gambar di
buku dan internet doang. Tapi hari ini aku bisa melihatnya langsung secara
dekat. Aih... berkesan banget.
Setelah itu aku pun
beranjak untuk melanjutkan petualangan di Jakarta menuju Tugu Monumen Nasional
alias Monas, ikonnya Kota Jakarta. Tapi sayangnya pagar Monas di depan Halte Monas malah ditutup dan
setelah aku bertanya pada petugas transjakarta, katanya cara masuk ke Monas ada
dua gerbang yang pertama belok ke kiri dan yang kedua belok ke kanan dan
jaraknya sama-sama jauh.
Damn! Akhirnya di tengah
cuaca Kota Jakarta yang panas itu aku jalan kaki deh menelusuri trotoar menuju
pintu gerbangnya. Nggak abis pikir juga sih, kenapa namanya Halte Monas tapi
gerbang depan Monasnya malah ditutup. Mending ganti jadi halte Museum Nasional
woy. Lebih cocok tuh.
#EmosiKarenaPanas
Setelah bermenit-menit
berjalan sambil membawa backpack dan setelah beberapa kilogram berat badanku
ilang, akhirnya nyampe juga di depan pintu gerbangnya. Dan anjrit, dari
gerbangnya menuju Tugu Monas pun jauh banget.
Sejarah
Monumen Nasional
Monumen Nasional atau
yang lebih akrab disebut Monas ini mulai dibangun pada 17 Agustus 1961
diarsiteki Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono dengan rancang bangunnya
berkonsep Lingga dan Yoni. Tugu Obelisk yang menjulang tinggi melambangkan Lingga
yang berarti laki-laki sementara pelataran cawan adalah Yoni yang melambangkan
perempuan.
Tinggi Monas sendiri
adalah 132 meter dan dipuncaknya terdapat cawan yang menopang nyala obor
perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 kilogram dan pada
perayaan 50 tahun kemerdekaan, lembaran emasnya dilapis ulang hingga mencapai
50 kilogram.
Gilaaa...
dibeliin lepat dapat berapa bijik tuh.
Penjelajahan
di Monas
Untuk masuk ke Monas
dan naik ke puncaknya sebenarnya nggak seberapa sih harga tiketnya. Tapi yang
bikin keselnya, aku harus beli kartu Jakarta One sebagai tiket masuk. Kartunya
juga bisa dipake untuk masuk ke museum di Kota Tua dan Museum Nasional yang sialnya
pagi tadi malah udah ku kunjungi duluan. Akhinya nih kartu cuma ku pake di
Monas doang, soalnya besok juga udah nggak di Jakarta.
Setelah membeli tiket,
aku pun beranjak ke museum di bawah tugu Monas yang dihubungkan terowongan.
Museum ini bernama Museum Sejarah Nasional yang berada di kedalaman 3 meter di
bawah permukaan tanah. Di dalamnya terdapat berbagai diorama yang menampilkan
sejarah Indonesia sejak masa prasejarah hingga masa orde baru.
Museum Sejarah Nasional |
Kemudian aku beranjak
menuju pelataran puncak. Namun antriannya itu lho, panjang banget, padahal aku
ke sini bukan hari libur. Hingga akhirnya aku ngantri selama 2 jam baru bisa
naik lift ke puncak pelataran Monas. Aih... rasanya badan pegal-pegal ngantri
selama itu.
Tapi nggak apa-apa deh,
soalnya begitu nyampe di atas, aku bisa memandangi Kota Jakarta dari ketinggian
115 meter. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah gedung-gedung pencakar
langit yang memenuhi sudut-sudut Jakarta. Di salah satu sisinya aku juga
melihat Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara. Kayaknya abis ini
nanti bakal ke sana deh.
Pelataran Puncak Monas |
Pemandangan Jakarta dari puncak Monas |
Masjid Istiqlal dari Puncak Monas |
Sekitar 10 menit
kemudian seluruh sisi pelataran puncak Monas ini udah ku jelajahi, dan aku pun
memilih turun, karena pemandangan Jakartanya juga agak tertutup polusi sih. Rasanya
agak nggak sebanding dengan ngantrinya yang selama 2 jam tapi di atas Cuma 10
menit. Tapi bisa lha, soalnya emang udah wajib ke Monas kalo ke Jakarta.
Selesai dari puncak Monas,
aku kemudian turun ke pelataran cawan dan duduk nyantai di sana. Tapi nggak lama sih, soalnya di satu sudut ada
pasangan yang lagi duduk mesra-mesraan. Sialan nih pasangan, bikin iri aja uy,
mana mereka nyante banget lagi. padahal nih pelataran lumayan asyik untuk
nyantai, karena bisa memandangan luas kota Jakarta dan tempatnya juga luas.
Pelataran cawan Monas |
Tugu Monas |
Akhirnya aku milih
turun ke Ruang Kemerdekaan yang berada di bagian dalam cawan monumen. Di
ruangan ini terdapat lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, kemudian
naskah proklamasi dan peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlapis emas.
Garuda Pancasila di Ruang Kemerdekaan |
Selesai menjelajah
setiap sisi Monumen Nasional ini, aku pun kemudian melanjutkan perjalanan dan
tujuan selanjutnya adalah Masjid Istiqlal, masjid yang tadi ku lihat dari
Puncak Monas dan masjid yang katanya terbesar di Asia Tenggara. Lets go..
Si ganteng yang unyu berfoto dengan latar Monas |
Kosakata:
Lepat: Makanan dari pisang, ubi, atau tepung yang dibungkus daun pisang dan dikukus.